Bojonegoro Menduduki Peringkat 8 Termiskin Se Jawa Timur
Jumat, 30 Desember 2016 08:00 WIBOleh Vera Astanti
Oleh Vera Astanti
Bojonegoro Kota - Sebagai salah satu daerah penghasil migas, Bojonegoro masih menjadi kota termiskin nomor 8 se-Jawa Timur. Hal ini terungkap dalam rapat penanggulangan kemiskinan pada Rabu (27/12/2016) di kantor Bappeda lantai 2.
Rapat ini dihadiri oleh 28 camat se Kabupaten Bojonegoro. Hadir pula Direktur Bojonegoro Institut Aw Syaiful Huda.
Aw Syaiful Huda menyampaikan bahwa angka kemiskinan Kabupaten Bojonegoro mengalami kenaikan di tahun 2015. Dari tahun sebelumnya 15,48 persen (2014) menjadi 15.71 persen di tahun 2015.
"Ada peningkatan kemiskinan sebesar 0,23 persen di tahun 2015," ujar Awe.
Peningkatan angka kemiskinan juga terjadi pada tingkat nasional maupun Provinsi Jawa Timur. Hanya saja untuk nilai peningkatan kemiskinan di Kabupaten Bojonegoro masih di atas rata-rata kemiskinan Provinsi Jawa Timur, dan di bawah nasional.
Adanya peningkatan kemiskinan di tahun 2015, menghentikan trend laju penurunan kemiskinan sejak tahun 2006 sampai 2014. Berikut data prosentase kemiskinan Kabupaten Bojonegoro (BPS), 28,35 persen (2006), 26,37 persen (2007), 23,87 persen (2008), 21,27 persen (2009), 18,75 persen (2010), 17,47 persen (2011), 16,60 persen (2012), 15,95 persen (2013), 15,48 persen (2014) dan 15,71 persen (2015).
Awe menambahkan, meskipun angka kemiskinan naik, tetapi untuk tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan Kabupaten Bojonegoro menunjukkan nilai positif, karena mengalami penurunan dari tahun sebelumnya (2014).
"Dengan menurunnya tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan ini, berarti rata-rata orang miskin di Bojonegoro semakin mendekati garis kemiskinan. Serta menunjukkan kesenjangan antara orang miskin semakin rendah. Sehingga jika saja intervensi programnya tepat, mereka akan keluar dari garis kemiskinan," jelas Awe.
Dari data kemiskinan BPS tersebut, menjadikan tingkat kemiskinan Kabupaten Bojonegoro naik satu tingkat, di peringkat 8 (delapan) dari kabupaten/kota se-Jawa Timur.
Adapun penyebab kemiskinan Kabupaten Bojonegoro meningkat di tahun 2015, menurut kajian Awe disebabkan banyak faktor. Diantaranya, disebabkan pengaruh kenaikan harga BBM di akhir tahun 2014.
"Pada Bulan November 2014, Pemerintah Pusat menaikkan harga BBM.Untuk BBM jenis premium yang harga sebelumnya Rp. 6.500 naik menjadi Rp. 8.500 dan BBM jenis soalar yang harga sebelumnya Rp. 5.500 menjadi Rp. 7.500 Adanya peningkatan harga BBM ini menyebabkan harga barang dan jasa ikut naik," ujar Awe.
Meskipun pada Bulan Januari 2015, pemerintah menurunkan lagi harga BBM hingga dua kali pada bulan tersebut (1 dan 19 Januari 2015.Tetapi, adanya penurunan harga BBM ini, ternyata tidak semua diikuti penurunan harga barang dan jasa.
Disamping itu juga adanya pengaruh tingkat pengangguran meningkat. Diantaranya disebabkan pada tahun 2014-2015, ada pemutusan kontrak tenaga kerja di Blok Cepu-Kabupaten Bojonegoro, dalam jumlah yang cukup besar. Sekitar 7-8 ribu orang.
Dampak adanya pemutusan kontrak kerja tersebut menyebabkan tingakat pengangguran di Kabupaten Bojonegoro meningkat signifikan. Pada awalnya mungkin belum begitu terasa dampaknya, sebab eks-pekerja ini mendapatkan pesangon dari perusahaan, sehingga masih bisa untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Namun ketika uang pesangon tersebut habis, dan mereka tidak bekerja lagi, pastinya akan berpengaruh terhadap kemampuan mereka dalam pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari.
Keempat, belum maksimalnya program-program penanggulangan kemiskinan. Diantaranya disebabkan sasaran program kurang tepat, karena carut marutnya data kemiskinan, serta program pelatihan-pelatihan belum berjalan sesuai yang diharapkan.
"Kedepan Pemerintah Daerah harus meningkatkan dan memperbaiki program penanggulangan kemiskinan, yang berbasis data kemiskinan by name by address, Basis Data Terpadu 2015. Selain itu juga dalam intervensi program kemiskinan harus disesuaikan dengan karakteristik kemiskinan masing-masing wilayah. Dan itu bisa dilihat dari data BDT dan data Podes (Potensi Desa)," pungkas Awe.
Hal serupa juga disampaikan oleh Kabid Sosial Budaya Bappeda Bojonegoro membenarkan bahwa Bojonegoro belum lepas dari kemiskinan. Bahkan menduduki urutan 8 se-Jawa Timur. Menurutnya, berbicara penanggulangan kemiskinan yang tepat adalah bagaimana dana tersebut bisa tepat sasaran. "Karena meski dananya besar, tetapi tidak tepat sasaran maka tidak akan bisa mengentaskan kemiskinan," ujarnya. (ver/kik)